Selasa, 06 Desember 2011

Pernyataan Sikap Perempuan Mahardhika




Mendukung Penuh Perjuangan Mama-Mama dan Kaum Perempuan Lainnya di Tanah Papua :

Hentikan Diskriminasi terhadap warga asli Papua! Berikan pasar permanen yang nyaman dan strategis bagi perekonomian mama-mama pegadang asli Papua!

Salam Kesetaraan,

Saat melihat jejaring sosial, ada yang membuat kami bangga ditengah respon 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Kaum Perempuan Papua kembali berani bersuara, melakukan metode aksi turun kejalan disaat situasi politik Papua sedang kembali bergerak. Kami dari Perempuan Mahardhika mengapresi dan mendukung sepenuh-penuhnya perjuangan Mama-Mama pedagang asli Papua yang sedang menuntut hak ekonomi mereka agar bisa berdagang hasil bumi mereka dengan nyaman untuk bertahan hidup.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Papua memiliki sumber alam yang melimpah namun hasil bumi sebagai lahan utama perekonomian warga asli Papua sedikit dinikmati mereka. Lihat saja Freeport yang sudah 44 tahun bercokol di Tanah Papua, warga asli hanya dijadikan buruh rendahan yang dibayar dengan upah murah. Mereka tidak diajarkan bagaimana mengelola gunung emas yang bisa menghasilkan keuntungan Rp. 114 milyard per hari atau sekitar Rp 41,04 Trilyun per tahun. Hal serupa terjadi  di sektor dagang, warga asli Papua mengalami penyingkiran akses ekonomi untuk berdagang. Pasar permanen yang dijanjikan pemerintah setempat tak kunjung datang. Sebagai gantinya mama-mama hanya diberikan dulu pasar sementara. Namun selama berjalan 1 tahun ini,  sangat sulit pedagang asli Papua mengakses fasilitas, baik dalam hal air bersih, wc, listrik (dengan pembayaran yang tak jelas), dan lapangan parkir. Bahkan mereka harus bersaing lagi dengan pasar penyangga yang ada di terminal Mesran.

Kami sangat menyesalkan tindakan pemerintah yang terus mendiskriminasikan warga asli papua dalam mengakses saranan fasilitas pasar yang bila tak segera dihentikan dapat memicu konflik etnis dan rasial di Papua. Bahwa pada prinsipnya, tidak boleh adanya pembedaan akses terhadap warga asli dengan pendatang itu benar, seperti termaktub dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948 dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-undang no.7 tahun 1984, Indonesia seharusnya melindungi hak asasi setiap warga negaranya tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, agama, dan orientasi seksualnya. Namun, agar tidak menjadi tataran teori dan Undang-Undang saja, kita memang harus melihat kembali sejarah Papua. Selain pengabaian hak ekonomi politik,  ternyata penindasan ras masih terjadi secara sistematis terhadap mereka, warga asli Papua.

Oleh karenanya, kami mendukung perjuangan mama-mama pedagang pasar untuk juga mendapat hak ekonomi dan akses faslitas pasar yang sama bagi warga non-papua, kami meyerukan:
1.      Hentikan Diskriminasi terhadap warga asli Papua!
2.      Berikan pasar permanen yang nyaman dan strategis bagi perekonomian mama-mama pegadang asli Papua!
3.      Hentikan pembangunan mal-mal tanpa konsultasi dengan rakyat setempat!
4.      Penuhi hak-hak ekonomi, sosial budaya dan sipil politik perempuan Papua dan rakyat Papua pada umumnya, agar dapat dengan setara mengelola sumber-sumber kekayaan alamnya secara adil bagi kebaikan seluruh rakyat dan bumi tempat hidupnya!

Sekian
Hidup Perempuan Papua!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar