Waiting with uncertainty: The promise of a new market for the mama-mama and other indigenous Papuan traders
To our respected colleagues in the press:
Lies. Lie after lie. We’re embarrassed, tired, angry and annoyed because we continue to be lied to. Moreover, we’re lied to on our own land and by our own children, these Papuan officials. We’re lied to at a time when Special Autonomy laws should be protecting our interests. We’re lied to in the face of huge Special Autonomy funds (32 trillion rupiah) and the Unit for Accelerated Development in Papua and West Papua (UP4B).
We, Papuan women traders and SOLPAP want there to be a permanent marketplace, but not only for us. We want a marketplace where we can be free to sell without always being anxious or afraid of being removed from the temporary market or inconvenienced when the tent that shelters us is leaking or broken. We want a market for us to exist amidst the hustle and bustle from the flood of migrants to Papua. We want a permanent marketplace so that all Papuan traders (batik, bark paintings, hairdressers, crafts, food etc) can gather and trade as a centralised business community where every product is directly available for the consumer. We also want a permanent marketplace as a form of protection laid out in Special Autonomy Law itself.
We want to express our gratitude to the Ministry of Public Works of Papua Province (Dinas PU) that have already completed a design and a budget for the new market. But what’s the point of a design if the executive and legislative bodies have still not confirmed any land allocation? Acquiring land is not complicated viewed from what was expressed by the Head of Dinas PU in a letter addressed to the Cendrawasih Post on January 28 2012 (page 3). What is happening now is a lack of both good will and political will from the legislative and the executive bodies to sit together and resolve this issue. Therefore, although we’re in the middle of elections for a new Governor, we will keep pushing so that the building of a permanent marketplace for Papuan traders to remain a priority issue and does not just disappear off the agenda. This issue concerns the very existence and dignity of indigenous Papuans in their own land.
Following on from the above and with consideration to the latest developments related to this issue, we would like to convey the following:
1. We urge that the Committee for the 2012-2013 Provincial Budget which came into force today, immediately include into the budget costs for land acquisition for the site of a permanent marketplace for indigenous Papuan traders. This must be provided in writing to avoid a repeat of unfulfilled oral agreements made in the past by the Head of the Provincial Fiscal Agency (FY 2008-2009) and the Secretary of the Papua Probince (2010-2011).
2. We urge the Government of Papua Province and the Office of Public Works immediately include a budget for phase one of building the market in the 2012-2013 budget. This is so that once the land has been allocated, the first steps towards building the market can begin immediately.
3. We urge Komisi D and all members of the Papua Province People’s Representative Council (DPRP) to support and push this process forward by forming a Special Committee to oversee and prevent delays to the land acquisition process.
4. To urge the DPRP to call on the Government of Papua Province and all relevant parties to discuss this this of land acquisition so that indigenous Papuan traders do not lose out financially waiting for the process to be complete.
5. Request that leaders of the Alliance of Churches in Papua (PGGP), the Forum for Religious Harmony (FKUB), the Papuan Muslim Council (MMP), the Papuan People’s Assembly (MRP), youth organisations, women’s organisations, students and other groups that have yet to be included in SOLPAP to unite to pressure the executive and legislative bodies of government for the construction of a permanent market to happen this year.
6. Ask the UP4B to push for a permanent marketplace. If this is not realised this year, then we will support the dissolution of UP4B in Papua.
We hope that relevant parties will respond and take action immediately for the construction of the permanent marketplace to happen this year and for the end of the waiting with uncertainty since once again, we are sick and tired of waiting.
Sincerely,
SOLPAP (Solidarity for Indigenous Papuan Women Traders)
Yuliana Douw (spice seller)
Amelia Kadepa (vegetable seller)
Yuliana Pigai (vegetable seller)
Densemina Takanuai (spice seller)
Rabu, 15 Februari 2012
Penantian tak Pasti mama – mama pasar
Mama – mama pedagang asli Papua yang berjualan di pasar sementara, sudah bertahan 1 tahun sejak diresmikan pada tanggal 20 Desember 2010. Saat ini, tenda putih sudah mulai bocor, jika turun hujan. Status pasar sementara ini pun, belum jelas. Mulai dari Listrik, Air, tempat pembuangan sampah, dengan jasa parkir, tidak diatur. Tanggung jawab yang diberikan kepada pemerintah walikota Jayapura, tidak terealisasi dengan baik sampai sekarang.
Janji pembangunan pasar permanen bagi mama – mama pedagang asli Papua, terus dibohongi. Mama – mama bertahan dengan sedikitnya minat pembeli di pasar ini. Yuliana Douw, salah mama – mama yang membacakan penyataan sikap dalam press conference, 6 Febuari 2012, mengatakan ‘’tidak ada niat baik dan kemauan politik dari legislatif dan eksekutif untuk duduk bersama menuntaskan persoalan ini, sekarang dalam situasi pemilukada Gubernur, kami tetap berkeinginan agar pembangunan pasar permanen menjadi pioritas dan tidak hanya janji di mulut saja, karena ini menyangkut prinsip dan harga diri orang asli Papua di tanahnya sendiri’’, ujarnya.
Robert Jitmau, Juru bicara dari Solidaritas pedagang asli Papua (SOLPAP) menjelaskan ‘’yang menjadi hambatan saat ini, hanya ada di status tanah yang berlokasi di Perum Damri. Sejak tahun 2010, dijanjikan akan segera dibicarakan dengan pemerintah pusat untuk pembebasan lahan. Tapi sampai saat ini, masih tertunda’’,ujarnya.
Mama – mama juga mendesak agar sidang Anggaran Pembangunan Daerah (APBD) tahun anggaran 2012 – 2013, segera memasukkan anggaran bagi pembebasan lahan tanah dan pembangunan pasar permanen, sehingga mama – mama dan pedagang asli Papua tidak merasa dirugikan. Mama – mama juga menyampaikan kepada Unit percepatan Pembangunan Papua dan Papua barat (UP4B), jika tidak mendorong pembangunan pasar permanen, maka mama – mama pedagang asli Papua mendukung pembubaran UP4B dari tanah Papua.
Rabu, 08 Februari 2012
Dinas PU tunjukkan Miniatur Pasar mama – mama Papua
Pada hari Jumat, tepatnya tanggal 20 Januari 2012. Kementerian Dinas Pekerjaan Umum, melalui Kepala Bagian Cipta Karya dan Air Bersih, Yan Ukago, ST. MT, mengundang mama – mama dan beberapa rekan dari pengurus koperasi mama – mama pedagang asli Papua (Kommpap), untuk melihat miniatur pembangunan pasar permanen mama – mama Papua.
Menurut Yan Ukago ‘’desain pasar mama – mama Papua ini sudah selesai. Akan dibangun 5 lantai, dan pembangunannya di perkirakan senilai 189 Miliar, dengan waktu yang dibutuhkan 3 tahun. Hambatan saat ini hanya ada pada lokasi Damri. Belum ada pembicaraan serius antara Gubernur Provinsi Papua dan Walikota Jayapura, untuk status tanah yang akan digunakan untuk pembangunan pasar ini’’, ujarnya, didepan empat wakil dari mama – mama.
Pasar permanen ini dituntut oleh mama – mama, pada aksi turun jalan, 14 september 2009. Tuntutan mama – mama dijawab dengan adanya pasar sementara yang resmikan oleh Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, tanggal 20 Desember 2010, dengan pemberian 1 unit truk, dan modal simpan – pinjam dengan nilai Rp. 600.000.000. Hampir satu tahun, mama – mama bertahan dibawah tenda putih yang dibangun dengan nilai Rp. 2 Miliar. Saat ini pun jika hujan turun, ada beberapa tempat yang mama – mama tempati sudah bocor.
Yuliana Bonsapia, mengatakan ‘’pasar yang akan dibangun seharusnya bisa dapat direalisasikan tahun 2012. Karena mama – mama sudah menunggu sejak lama. Gambarnya sudah kami lihat sendiri. Namun, tindakan dari anak – anak kami yang duduk sebagai wakil rakyat, belum jelas. Kami hanya termakan janji – janji saja, bukti tindakan tidak ada sama sekali sampai sekarang’’,ujarnya.
Robert Jitmau, salah aktivis yang mendampingi mama – mama sejak tahun 2004, mengatakan ‘’mama – mama menginginkan pasar permanen sebagai wujud dari proteksi yang ditegaskan dalam Undang – undang 21, Otonomi Khusus 2001.
Mama – mama harus memiliki kedaulatan ekonomi di tanah ini, karena dengan tidak ada batasan oleh pemerintah setempat, dengan Migran yang membanjiri Papua, mama – mama Papua tidak mampu bersaing, jika tidak memiliki tempat yang layak di kota Jayapura’’,ujarnya
Yan Ukago, Kabag Cipta Karya dan air bersih |
‘’Pasar mama – mama Papua yang akan dibangun, akan dijadikan sebagai pasar contoh bagi kawasan Asia Pasifik. Sistem pengelolaan pasar, akan dikelola oleh swasta sehingga kemandirian perekonomian orang asli Papua dapat dibangun’’, ujar Yan. (Cyntia Warwe)
Langganan:
Postingan (Atom)